, ,

Pertamina ‘Gagal’ Bangun Kilang GRR, Ekonom: Fokus Saja ke Kilang Modular, Lebih Efektif untuk Daerah

Pekanbaru – Pertamina ‘Gagal’ Bangun Kilang GRR, Ekonom: Fokus Saja ke Kilang Modular, Lebih Efektif untuk Daerah. Ekonom senior Dahlan Tampubolon menyarankan Pertamina ke depan sebaiknya tak lagi memfokuskan perhatiannya untuk membangun proyek Grass Root Refinery (GRR) baru, tapi lebih kepada membangun kilang minyak modular di berbagai daerah di Indonesia.

“Kilang modular ini semacam kilang kecil, tapi bukan seperti Pertamini ya. Small modular refinery. Kilang modular ini dinilai lebih cepat dan efisien sangat. Kilang modular bisa menekan biaya logistik distribusi BBM karena dibangun dekat dengan lokasi kebutuhan dan sumber minyak mentah/kondensat. Jadinya, pemerataan akses energi di berbagai daerah bisa lebih mudah terwujud,” kata Dahlan Tampubolon kepada GoRiau, Senin (6/10/2025) pagi. Dahlan melihat pemerintah juga tidak tinggal diam dalam masalah ini. Menurutnya, Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia juga sudah memberikan update terbaru terkait strategi pembangunan 17 kilang minyak baru ini.

“Pertamina gak lagi fokus sama megaproyek macam GRR Tuban atau Bontang, tapi malah mau bangun 17 kilang jenis kecil-kecil (small modular refinery) tapi menyebar di berbagai wilayah, kayak di Jawa, Kalimantan, dan Papua. Proyek ini sudah hampir rampung studi kelayakannya (FS),” ungkap akademisi Universitas Riau ini.

Menurut Dahlan, selain dinilai lebih efektif dan efesien untuk pemerataan akses energi nasional, proyek kilang modular ini juga proyek full dalam negeri. “Jadi enggak perlu pusing-pusing kali soal mitra asing yang bisa main cabut aja. Konsepnya macam kita bikin pabrik kecil di tiap daerah yang memang perlu,” jelas Dahlan.

Hal lain yang membuat Dahlan mendorong Pertamina membangun kilang modular ini karena produksi minyak mentah nasional Indonesia saat ini tak sampai 800 ribu barel per hari (bph). Produksi minyak mentah nasional pada pertengahan 2025 berada di sekitar 578.000 – 608.000 barel per hari (bph), dengan realisasi Juni 2025 mencapai 608.000 bph.

“Jadi gak usah terlalu berharap pada kilang-kilang besar itu lagi, pasnya sekarang kilang modular. Tapi bukan kayak Pertamini ya. Orang di Jawa sama di Sumsel bisa menyuling sendiri. Masa’ Pertamina gak pandai buat (kilang) yang kecil,” kata Dahlan.

Keekonomian Proyek dan MitraDitanya penyebab Pertamina kenapa sampai disebut malas membangun kilang minyak baru, padahal sudah direncanakan sejak tahun 2018 lalu, menurut Dahlan, masalah utamanya terletak pada nilai keekonomian proyek dan urusan mitra.

“Sebenarnya kita juga heran kenapa Pertamina tak juga bangun kilang baru sejak 2018, padahal tantangan sudah datang, seperti dari Purbaya. Kalau kita lihat dari data yang ada, ada beberapa kali alasan kuat yang bikin Pertamina agak malas-malasan bergerak untuk proyek Grass Root Refinery (GRR) baru, khususnya GRR Tuban dan GRR Bontang yang tertuang di Perpres Nomor 56 Tahun 2018. Intinya, saya melihat masalah utamanya itu di keekonomian proyek dan urusan mitra,” kata Dahlan.

Lihat kasus GRR Tuban, kata Dahlan. Proyek ini jalan di tempat karena ada perhitungan keekonomian yang belum pas. Bayangkan, nilai investasinya membengkak dari rencana awal US$13,5 miliar jadi US$23 miliar. Anggaran yang harus dikeluarkan cukup besar. Selain itu, mitra mereka dari Rusia, Rosneft, masih terkena sanksi dari negara Barat gara-gara invasi ke Ukraina, sehingga membuat pembangunan proyek jadi ngadat.

Baca Juga : Fraksi PAN DPRD Riau Dukung Pembentukan Pansus Plasma 20 Persen

Pertamina 'Gagal' Bangun Kilang
Pertamina ‘Gagal’ Bangun Kilang

“Begitu juga dengan GRR Bontang. Proyek ini batal gara-gara mitra strategisnya, Overseas Oil and Gas (OOG) Llc dari Oman, cabut. Padahal, OOG ini yang rencananya mau nanggung biaya full. Jadinya, tanpa mitra dan duit yang enggak sedikit, ya gimana mau jalan? Proyek-proyek kilang baru ini memang padat modal dan beresiko tinggi. Jadi Pertamina mesti hati-hati kali dalam memutuskan Final Investment Decision (FID),” kata Dahlan.

Jika proyek kilang baru ini terus mandeg atau batal, Dahlan melihat konsekuensinya sangat besar bagi ketahanan energi nasional dalam jangka panjang. Indonesia terancam tetap bergantung pada impor BBM. Padahal, salah satu tujuan utama pembangunan kilang adalah untuk meningkatkan kapasitas produksi BBM nasional supaya Indonesia tidak mudah sekali goyah terhadap harga dan pasokan minyak mentah dari luar negeri.

“Kalau impor terus tinggi, biaya logistik dan subsidi energi pun ikut-ikutan bengkak, ujung-ujungnya jadi beban APBN. Nanti, kalau ada gejolak geopolitik global sedikit saja, pasokan BBM dalam negeri bisa langsung terganggu dan pemerataan akses energi pun enggak tercapai,” ingat Dahlan kemudian.

Shoppe Mall

No More Posts Available.

No more pages to load.